This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 27 Februari 2019

pergerakan nasional pada masa pendudukan jepang

pergerakan nasional pada masa pendudukan jepang

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara menempuhnya dapat melalui perjuangan terbuka (organisasi bentukan Jepang), melalui gerakan bawah tanah, maupun melalui perjuangan bersenjata melawan Jepang. Berikut ulasan selengkapnya.

Perjuangan Terbuka

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang yang pertama dilakukan dengan menempuh perjuangan terbuka. Perjuangan terbuka ini dilakukan dengan cara melalui organisasi bentukan dari Jepang. Organisasi bentukan Jepang tersebut meliputi gerakan 3A, organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat), Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat), Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa), dan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia).

Gerakan 3A
Organisasi pergerakan nasional yang pertama yaitu melalui gerakan 3A. Gerakan 3A merupakan usaha Jepang yang pertama dalam mencari dan memikat dukungan agar menang dalam pembentukan negara Asia Timur Raya. Organisasi bentukan jepang ini memiliki semboyan yaitu Nippon Pemimpin Asia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon Pelindung Asia. Gerakan 3A didirikan pada bulan April 1942 dengan pimpinan Mr. Samsudin dari Indonesia dan Syimizu dari propangandis Jepang. Gerakan ini didukung oleh barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin oleh Sukarjo Wiryopranoto. Selain itu gerakan 3A juga menerbitkan surat kabar bernama Asia Raya. Kemudian gerakan 3A dibubarkan karena dianggap kurang efektif.

Organisasi Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Organisasi pergerakan nasional selanjutnya melalui organisasi Putera atau Pusat Tenaga Rakyat. Pada masa pendudukan Jepang terdapat pembentukan organisasi baru setelah gerakan 3A. Organisasi ini bernama Putera (Pusat Tenaga Rakyat) yang didirikan pada bulan Maret 1943 dibawah pimpnan Empat Serangkai (Ir. Soekarno, K.H. Mas Mansur, Drs. Moh. Hatta, dan Ki Hajar Dewantara). Organisasi bentukan jepang ini bertujuan untuk membantu Jepang memenangkan perang Asia Pasitik melalui seluruh potensi masyarakat di Indonesia. Bangsa Indonesia memanfaatkan organisasi Putera sebagai alat untuk menghidupkan dan membangun kembali cita cita bangsa karena pengaruh sistem imperialisme Belanda terdahulu.

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang tersebut melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya. Adapun usaha yang dilakukan Putera untuk mencapai tujuannya yaitu mempererat rasa persaudaraan antara Jepang dengan Indonesia, memperkuat dan bertanggung jawab dalam menghapus pengaruh Belanda, Amerika maupun Inggris di masyarakat, memperhatikan beberapa tugas dalam bidang sosial ekonomi, berperan serta dalam memperjuangkan Asia Raya, dan bersungguh sungguh dalam belajar bahasa Jepang.

Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)

Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan terbuka selanjutnya melalui organisasi Cuo Sangi In atau Badan Pertimbangan Pusat. Tugas Cuo Sangi In ialah memberikan saran kepada pemerintahan milter Jepang sesuai kebutuhannya, memberikan usulan kepada pemerintahan Jepang, dan memberikan jawaban pertanyaan terkait hal hal politik. Badan pertimbangan pusat ini didirikan pada tanggal 1 Agustus 1943 dibawah pimpinan Ir. Soekarno dengan jumlah anggota 43 orang Indonesia.
Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan terbuka selanjutnya melalui organisasi Jawa Hokokai atau himpunan kebaktian Jawa. Organisasi putera lebih dominan bermanfat bagi rakyat Indonesia dibandingkan untuk Jepang. Maka dari itu, Jepang mengganti organisasi Putera menjadi organisasi Jawa Hokokai. Organisasi ini bertugas untuk menggalang kebaktian dan mengumpulkan kekuatan rakyat. Jepang memiliki tiga tradisi kebaktian yaitu melakukan sesuatu dengan bakti, mengorbankan diri dan mempertebal persaudaraan.

Pemerintahan Jepang menuntut tiga kebaktiannya kepada rakyat Indonesia. Bahkan organisasi pergerakan nasional bentukan Jepang ini melaksanakan distribusi barang yang berguna untuk perang. Misalnya besi, emas, alumunium, permata, dan sebagainya.

MIAI (Majelis A'la Indonesia)
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan terbuka selanjutnya melalui organisasi MIAI atau Majelis A'la Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, MIAI merupakan salah satu organisasi yang tetap diperkenankan untuk berdiri. Organisasi ini mudah dirangkul karena bersifat anti Barat, maka dari itu diberikan beberapa kelonggaran. Pengakuan MIAI sebagai organisasi Islam resmi harus mematuhi beberapa syarat penting dalam pengubahan tujuan dan asasnya. Kegiatan MIAI cukup terbatas yaitu menjalankan peringatan hari besar keagamaan dan membentuk badan amal.

Organisasi pergerakan nasional ini mempunyai tujuan dan asas baru seperti pencapaian kemakmuran bersama lingkungan Asia Raya dengan pimpinan Dai Nippon dan berkerja sama sekuat tenaga dalam menyelesaikan pekerjaan pembangunan masyarakat baru. MIAI memperoleh banyak simpati dari kalangan umat Islam dan merupakan organisasi golongan Islam tunggal. Namun organisasi MIAI kemudian dibubarkan karena terdapat beberapa kegiatan yang berbahaya untuk Jepang. Pada akhirnya MIAI digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari dan berdiri pada tanggal 22 November 1943.

Perjuangan Bawah Tanah

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang selanjutnya dilakukan dengan menempuh perjuangan bawah tanah. Perjuangan bawah tanah ialah perjuangan yang dijalankan secara rahasia dan tertutup. Biasanya perjuangan ini dilakukan oleh para instansi pemerintah Jepang yang termasuk dalam pemimpin bangsa Indonesia. Mereka berlaku sebagai pegawai Jepang meskipun sebenarnya terdapat tindakan penyatuan dan pengumpulan rakyat demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan bawah tanah dilakukan dibeberapa daerah Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan dan Semarang. Untuk perjuangan di wilayah Jakarta telah dibentuk beberapa kelompok penting yaitu:

Kelompok Sukarni
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan bawah tanah yang pertama melalui kelompok sukarni. Moh. Hatta bekerja sama dengan Sukarni di barisan Propaganda Jepang, Sendenbu pada masa pendudukan Jepang. Gerakan tersebut bertujuan untuk menebarkan cita cita kemerdekaan, mengumpulkan berbagai orang yang memiliki jiwa revolusioner dan menutupi kebohongan dari pengetahuan Jepang. Kelompok Sukarni membentuk Asrama politik bernama Angkatan Baru Indonesia dengan maksud menutupi gerakan yang dilakukannya. Dalam asrama tesebut terdapat tokoh pergerakan nasional seperti Ir. Soekarno, Mr. Sunaryo, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subarjo. Para tokoh ini mendidik para pemuda dengan pengetahuan terkait politik maupun umum.

Kelompok Ahmad Subarjo
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan bawah tanah selanjutnya melalui kelompok Ahmad Subarjo. Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subarjo berlaku sebagai Kepala Perhubungan Angkatan Laut (Biro Riset Kaigun Bukanfu) yang berada di Jakarta. Selain itu para tokoh Indonesia yang bekerja di Angkatan Laut Jepang dikumpulkan oleh beliau. Kelompok Ahmad Subarjo mendorong adanya pembentukan asrama pemuda bernama Asrama Indonesia Merdeka. Para pemimpin Indonesia melaksanakan pengajaran pendidikan kepada pemuda Indonesia didalam asrama tersebut dengan tujuan menanamkan semangat nasionalisme.
Kelompok Sutan Syahrir
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan bawah tanah selanjutnya melalui kelompok Sutan Syahrir. Kelompok ini mengumpulkan rekan seorganisasi pada jaman Belanda dan teman teman mantan sekolah terdahulu secara sembunyi sembunyi. Sutan Syahrir juga menjalin kerjasama dengan pemimpin bangsa yang bekerja dengan Jepang secara terpaksa demi melakukan perjuangan. Selain itu, Sutan Syahrir bersama Iwa Kusuma Sumantri, Ir. Soekarno, Ahmad Subarjo, dan Drs. Moh. Hatta juga berperan sebagai pengajar di Asrama Indonesia Merdeka dibawah naungan Angkatan Laut Jepang.

Kelompok Pemuda
Organisasi pergerakan nasional dalam perjuangan bawah tanah yang terakhir melalui kelompok pemuda. Pada masa pendudukan Jepang, kelompok pemuda berguna sebagai alat untuk mencapai kepentingan Jepang. Bahkan pemerintahan militer Jepang memberikan pengaruh terhadap kelompok pemuda melalui lembaga pendidikan maupun kursus seperti di Asrama Angkatan Baru Indonesia di bawah naungan Angkatan Laut Jepang. Tetapi pengaruh propaganda Jepang tidak diserap oleh pemuda pemuda di Indonesia.

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang ini mulai aktif di Jakarta. Kelompok pemuda tersebut tergabung dalam BAPEPPI (Badan Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia) dan Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Gaigakhu). Organisasi ini saling bekerja sama dengan kelompok lain untuk memperjuangkan Indonesia. Adapun nama nama tokoh pejuangnya yaitu E.A.Ratulangi, Johan Nur, Syarif Thayeb dan Eri Sadewa.

Perjuangan Bersenjata Melawan Jepang

Organisasi pergerakan nasional pada masa pendudukan Jepang yang terakhir dilakukan dengan menempuh perjuangan bersenjata. Rakyat semakin menderita dan sengsara akibat perlakukan Jepang. Akhirnya sebagian pemimpin pergerakan nasional bangkit untuk melawan Jepang melalui perlawanan bersenjata. Perjuangan bersenjata melawan Jepang tersebut dilakukan dibeberapa daerah seperti:

Di Aceh
Pada bulan November 1942 terdapat perlawanan meletus di Cot Plieng dengan pimpinan Tengku Abdul Jalil. Organisasi pergerakan nasional tersebut berhasil diakhiri dengan tertembaknya Abdul Jalil oleh tentara Jepang. Kemudian pada bulan November 1944, terdapat perlawanan Teuku Hamid bersama prajuritnya di Giyugun. Perlawanan ini dimulai ketika ia bersama prajurtinya lari ke dalam hutan. Namun perlawanan ini berhasil diberantas oleh Jepang melalui taktik licik. Taktik tersebut dilakukan dengan menyendera semua anggota keluarga dari Teuku Hamid. Pada akhirnya pasukan Teuku Hamid menyerah dan bubar.

Di Jawa Barat
Pada bulan Februari 1944 terdapat perlawanan meletus di Sukamanah dengan pimpinan K.H. Zainal Mustafa. Organisasi pergerakan nasional ini dilakukan karena rakyat semakin menderita dan melarat akibat kerja paksa dan kewajiban setoran. Perlawanan ini disebabkan oleh penolakan K.H. Zainal Mustafa terhadap Seikerei (menganggap Kisar Jepang sebagai Dewa Matahari).

Di Blitar
Pada tanggal 14 Februari 1945 terdapat perlawanan meletus di Blitar dengan pimpinan Komandan Pleton I Kompi III dari Batalion II Pasukan Peta yaitu Supriyadi. Organisasi pergerakan nasional yang dilakukan Supriyadi termasuk kedalam perlawanan paling besar terhadap Jepang.

sejarah kedatangan bangsa eropa dan perlwanan bangsa indonesia

sejarah kedatangan bangsa eropa dan perlwanan bangsa indonesia

Hindia Timur atau Indonesia telah lama dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah seperti vanili, lada, dan cengkeh. Rempah-rempah ini digunakan untuk mengawetkan makanan, bumbu masakan, bahkan obat. Karena kegunaannya, rempah-rempah ini sangat laku di pasaran dan harganya pun mahal. Hal ini mendorong para pedagang Asia Barat datang dan memonopoli perdagangan rempah-rempah. Mereka membeli bahan-bahan ini dari para petani di Indonesia dan menjualnya kepada para pedagang Eropa.

Namun, jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 ke Turki Utsmani mengakibatkan pasokan rempah-rempah ke wilayah Eropa terputus. Hal ini dikarenakan boikot yang dilakukan oleh Turki Utsmani kepada bangsa Eropa. Situasi ini mendorong orang-orang Eropa menjelajahi jalur pelayaran ke wilayah yang banyak memiliki bahan rempah-rempah, termasuk kepulauan Nusantara (Indonesia). Dalam perkembangannya, mereka tidak saja berdagang, tetapi juga menguasai sumber rempah-rempah di negara penghasil. Sejak saat itu dimulailah era kolonialisasi Barat di Asia.

A.  Sebab dan Tujuan Kedatangan Bangsa Barat

Secara umum, kedatangan bangsa Eropa ke Asia termasuk ke Indonesia dilandasi keinginan mereka untuk berdagang, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama. Adapun sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur adalah sebagai berikut :

1.      Mencari kekayaan termasuk berdagang (Gold)
2.      Mencari kemuliaan bangsa (Glory)
3.      Menyebarkan agama (Gospel)

Sejak abad ke-3, rempah-rempah memang merupakan bahan dagang yang sangat menguntungkan. Hal ini mendorong orang-orang Eropa berusaha mencari harta kekayaan ini sekalipun menjelajah semudera. Keinginan ini diperkuat dengan adanya jiwa penjelajah. Bangsa Eropa dikenal sebagai bangsa penjelajah, terutama untuk menemukan daerah-daerah baru. Mereka berlomba-lomba meninggalkan Eropa. Mereka yakin bahwa jika berlayar ke satu arah, maka mereka akan kembali ke tempat semula. Selain itu, orang-orang Eropa terutama Protugis dan Spanyol yakin bahwa di luar Eropa ada Prestor John (kerajaan dan penduduknya beragama Kristen). Oleh karena itu, mereka berani berlayar jauh. Mereka yakin akan bertemu dengan orang-orang seagama.

Pada awalnya, tujuan kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia hanya untuk membeli rempah-rempah dari para petani Indonesia. Namun, dengan semakin meningkatnya kebutuhan industri di Eropa akan rempah-rempah, mereka kemudian mengklaim daerah-daerah yang mereka kunjungi sebagai daerah kekuasaannya. Di tempat-tempat ini, bangsa Eropa memonopoli perdagangan rempah-rempah dan mengeruk kekayaan alam sebanyak mungkin. Dengan memonopoli perdagangan rempah-rempah, bangsa Eropa menjadi satu-satunya pembeli bahan-bahan ini. Akibatnya, harga bahan-bahan ini pun sangat ditentukan oleh mereka. Untuk memperoleh hak monopoli perdagangan ini, bangsa Eropa tidak jarang melakukan pemaksaan. Penguasaan sering dilakukan terhadap para penguasa setempat melalui suatu perjanjian yang umumnya menguntungkan bangsa Eropa. Selain itu, mereka selalu turut campur dalam urusan politik suatu daerah. Bangsa Eropa tidak jarang mengadu domba berbagai kelompok masyarakat dan kemudian mendukung salah satunya. Dengan cara seperti ini, mereka dengan mudah dapat mempengaruhi penguasa untuk memberikan hak-hak istimewa dalam berdagang.

B.  Kedatangan dan Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia

1. Bangsa Portugis

Ekspedisi pertama untuk mencari jalan langsung ke Indonesia dirintis oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Bangsa-bangsa lain seperti Inggris, Prancis, dan Belanda baru melakukan ekspedisi setelah kedua bangsa ini menemukan jalan ke Indonesia.

Orang Portugis pertama yang mencoba mencari jalan baru ke Indonesia adalah Bartholomeus Diaz. Ia meninggalkan Portugal pada tahun 1486. Ia menyusuri pantai barat Afrika hingga tiba di Tanjung Harapan, tetapi ia gagal mencapai Indonesia. Setelah Bartholomeus Diaz menemukan jalan ke timur di Tanjung Harapan (Afrika Selatan), upaya mencari jalan ke Indonesia diteruskan oleh armada-armada Portugis berikutnya.

Armada Portugis berikutnya yang mencoba berlayar ke Indonesia dipimpin oleh Vasco da Gama. Mereka berangkat pada tahun 1497 dan berhasil melewati Tanjung Harapan. Sewaktu tiba di Pelabuhan Malinda (Afrika Timur), mereka bertemu dengan pedagang-pedagang Arab dan India. Namun, jalan ke Asia Tenggara tetap dirahasiakan oleh para pedagang tersebut. Oleh karena itu, orang-orang Portugis melanjutkan perjalannya menyusuri pantai timur Afrika. Mereka harus melewati perairan dengan ombak yang sangat besar. Daerah itu terletak di timur laut Afrika terutama di sekitar Ujung Tanduk. Oleh karena itu, daerah ini disebut Guadafui (berhati-hatilah).

Ekspedisi ini kemudian berhasil melewati selat di ujung selatan Laut Merah yang disebutnya Bab el Mandeb (Gapura Air Mata). Pada tahun 1498, Vasco da Gama tiba di Kalikut (India). Sejak saat itu, perdagangan antara orang Eropa dan India tidak lagi melalui jalur Laut Tengah melainkan melalui pantai timur Afrika. Namun, penemuan ini belum juga memuaskan bangsa Portugis. Mereka ingin menjelajahi daerah timur lainnya yakni Malaka dan Maluku.

Pada waktu itu, di Asia Tenggara terdapat salah satu daerah pusat perdagangan  yang sangat ramai dikunjungi. Daerah tersebut adalah Malaka sedangkan daerah sumber rempah-rempahnya adalah Maluku. Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka termasuk di Maluku adalah dengan merebut atau menguasai Malaka. Kolonialisme Portugis di Indonesia dimulai sejak kedatangan Alfonso d’Albuquerque di Maluku. Pada tahun 1511, ekspedisi Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque berhasil menaklukkan Malaka. Dari sana, mereka menuju Maluku dan diterima dengan baik oleh raja Ternate. Mereka diperkenankan berdagang dan membangun benteng di Ternate.

2. Bangsa Spanyol

Pelopor berkebangsaan Spanyol yang mencari jalan langsung ke Indonesia adalah Christopher Columbus, ia berlayar ke arah barat. Setelah dua bulan, ia sampai di sebuah pulau yang kemudian dinamakan San Salvador. Columbus gagal mencapai India.

Setelah Columbus gagal menemukan India, ekspedisi Spanyol selanjutnya ke daerah rempah-rempah dipelopori oleh Ferdinand Magelhaens. Berbeda dengan armada Portugis, pada tahun 1519 Magellan berangkat  melalui Samudera Atlantik. Setelah melewati ujung Amerika Selatan, ia masuk ke Samudera Pasifik. Ia tiba di Filipina pada tahun 1521. Ketika mencoba mengatasi perang antarsuku di Cebu, Magelhaens terbunuh. Posisinya kemudian digantikan oleh Del Cano.  Dalam perjalanan kembali ke Spanyol, mereka singgah di Tidore. Sejak saat itu, terjalin kerja sama antara Spanyol dan Tidore. Kerja sama itu tidak hanya dalam hal perdagangan, tetapi juga diperkuat dengan dibangunnya benteng Spanyol di Tidore. Sementara itu, Portugis yang membuka kantor dagangnya di Ternate merasa terancam dengan hadirnya Spanyol di Tidore. Hal ini diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Tidore dan Ternate telah lama bermusuhan. Dengan alasan tersebut, Portugis yang didukung pasukan Tidore. Berhasil merebut Benteng Spanyol di Tidore. Namun, berkat perantara Paus di Roma, Portugis dan Spanyol akhirnya mengadakan perjanjian yang disebut Perjanjian Saragosa. Berdasarkan perjanjian itu, Maluku dikuasai Portugis sedangkan Philipina dikuasai Sepanyol.

Isi Perjanjian Saragosa: 
  1. Daerah kekuasaan dan pelayaran Portugis adalah dari Brazilia ke Timur sampai Halmahera (Maluku).
  2. Spanyol berkuasa atas Mexico ke Barat terus sampai Phillipina.

3. Bangsa Inggris

Kedatangan bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish. Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magelhaens, pada tahun 1579 Francis Drake berlayar ke Indonesia. Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari Ternate dan kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama.

Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran internasionalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah. Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Namun, mereka gagal mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut Melayu di selat Malaka.

Awal abad ke-17, Inggris telah memiliki jajahan di India dan terus berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya di Indonesia. Kolonialisme Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604. menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar.

Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada dagang barat lainnya di Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas perdagangannya di India. Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti Madras, Kalkuta, dan Bombay.

4. Bangsa Belanda

Armada Belanda yang pertama berusaha mencapai Indonesia dipimpin Van Neck, namun ekspedisi ini gagal. Kemudian, pada tahun 1595 armada Belanda dipimpin Cornelis de Houtman dan Pieter de Kaizer berangkat menuju Indonesia. Mereka menyusuri pantai barat Afrika lalu sampai ke Tanjung Harapan. Dari sana, mereka mengarungi Samudera Hindia dan masuk ke Indonesia melalui Selat Sunda lalu tiba di Banten.

Armada ini tidak diterima oleh rakyat Banten karena Belanda bersikap kasar. Selain itu, hubungan antara Banten dan Portugis masih baik. Kemudian dari Banten, armada ini bermaksud menuju Maluku untuk membeli rempah-rempah namun ternyata gagal mencapai Maluku. Cornelis de Houtman tiba kembali di negerinya pada tahun 1597 dan ia disambut sebagai penemu jalan ke Indonesia.

Setelah de Houtman, armada Belanda datang ke Indonesia susul-menyusul. Hal ini mengakibatkan lalu lintas Indonesia – Belanda menjadi ramai. Armada Belanda yang pertama mencapai Maluku adalah armada kedua. Mereka berhasil melakukan pembelian remapah-rempah di sana.

Pada awalnya, Belanda memang gagal menghadapi persaingan dengan Portugis, baik di Maluku maupun di pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia. Namun, karena armada Belanda semakin hari semakin bertambah, sedikit demi sedikit armada Portugis mulai terdesak. Akhirnya Portugis terusir dari Maluku dan itu menandai era kolonialisme Belanda di Indonesia. Sejak saat itu, pedagang-pedagang Belanda semakin banyak yang datang ke Maluku.

Lahirnya VOC
Untuk mengatasi persaingan diantara pedagang-pedagang Belanda sendiri, pada tanggal 20 Maret 1682 Belanda membentuk VOC (Vereenigde OostIndische Compagnie) atau persekutuan Dagang Hindia Timur atas usulan Johan Van Oldenbarneveld. Tujuan pembentukan VOC tidak lain adalah menghindari persaingan antar pengusaha Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain terutama Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern). VOC dipimpin oleh De Heren Zuventien (Dewan Tujuh Belas) yang berkedudukan di Amsterdam. Oleh Pemerintahan Belanda, VOC diberi oktroii (hak-hak istimewa). Artinya dengan hak-hak tersebut berarti VOC memiliki kekuasaan seperti suatu negara. Mereka dapat bertindak bebas tanpa harus konsultasi terlebih dulu dengan pemerintah Belanda di negeri induk. Hak-hak istimewa tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
  2. Memonopoli perdagangan
  3. Mencetak dan mengedarkan uang sendiri
  4. Mengadakan perjanjian
  5. Menaklukkan perang dengan negara lain
  6. Menjalankan kekuasaan kehakiman
  7. Pemungutan pajak
  8. Memiliki angkatan perang sendiri
  9. Mengadakan pemerintahan sendiri

Untuk melaksanakan kekuasaannya di Indonesia diangkatlah jabatan Gubernur Jenderal VOC, seperti Pieter Both yang merupakan Gubernur Jenderal VOC pertama yang memerintah tahun 1610 – 1619 di Ambon. Jan Pieterzoon Coen, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta (Batavia) karena letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara sehingga memudahkan pelayaran ke Belanda. Sedangkan dalam melaksanakan pemerintahan, VOC banyak mempergunakan tenaga bupati. Sementar bangsa Cina dipercaya untuk pemungutan pajak dengan cara menyewakan desa selama waktu yang ditentukan.

Setelah berpusat di Batavia, VOC melakukan perluasan kekuasaan dengan pendekatan serta campur tangan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara, antara lain Mataram, Banten, Banjar, Sumatra, Gowa, serta Maluku. Akibat hak monopoli yang dimilikinya, VOC memaksakan kehendaknya sehingga menimbulkan permusuhan dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Untuk menghadapi perlawanan bangsa Indonesia VOC meningkatkan kekuatan militernya serta membangun benteng-benteng seperti di Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-lain.

Cara Belanda Memeroleh Monopoli Perdagangan di Nusantara
  1. Melakukan pelayaran Hongi (Hongi Tockten) untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan VOC adalah merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempah-rempah kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis dan Denmark. Hal ini banyak dijumpai di pelabuhan bebas Makasar.
  2. Melakukan Ekstirpasi, yaitu penebangan tanaman milik rakyat. Tujuannya adalah mepertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen berlebihan (over produksi).
  3. Perjanjian dengan raja-raja setempat, terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantie.
  4. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten.
Namun, seiring dengan perubahan permintaan dan kebutuhan di Eropa dari rempah-rempah ke tanaman industri yaitu kopi, gula dan teh maka pada abad ke-18 VOC mengalihkan perhatiannya untuk menanam ke tiga jenis barang komoditi tersebut. Misalnya tebu di Muara Angke (sekitar Batavia), kopi dan teh daerah Priangan.

Kemunduran VOC
Pada pertengahan abad ke-18 VOC mengalami banyak kemunduran karena beberapa hal sehingga pada akhirnya dibubarkan. Berikut ini adalah sebab-sebab kemunduran VOC:
  1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi.
  2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Sultan Hasanuddin dari Gowa.
  3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak.
  4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan.
  5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
  6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal yang menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di atas akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta Gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

C.  Dampak Positif dan Negatif Kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia

  1. Dampak Positif
Setelah kedatangan bangsa Eropa di Indonesia, kemajuan bangsa Indonesia bertambah. Adapun beberapa manfaat atas kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Banyaknya dibangun pelabuhan-pelabuhan sehingga Indonesia menjadi pusat perdagangan di Asia tenggara terutama di daerah Malaka.
  2. Setelah kedatangan bangsa Eropa di Indonesia banyak berdiri pusat-pasat Industri yang dapat mengurangi angka penganguran di Indonesia.
  3. Dibangunnya sarana jalan darat (jalan raya) sehingga antara kota yang satu dengan yang lainnya terasa dekat.
  4. Didirikannya sekolah yang dapat mencerdaskan para generasi penerus bangsa Indonesia.

  1. Dampak Negatif
Setelah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia bangsa Eropa beralih keinginan untuk untuk menjajah bangsa Indonesia sehingga terjadilah peperangan di mana-mana. Adapun dampak negatif kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia adalah:
  1. Masyarakat Indonesia merasa tertindas dengan kedatangan bangsa Eropa yang selalu bersikap semena-mena terhadap bangsa  Indonesia.
  2. Terjadinya pemberontakan dimana-mana yang mengakibatkan banyak nya warga Negara Indonesia yang meninggal.
  3. Bangsa Eropa mengadu domba seluruh masyarakat Indonesia.
  4. Terjadinya perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia yang akhirnya banyak menelan korban para warga Indonesia.
  5. Warga Indonesia merasa tidak bebas dengan adanya bangsa Eropa di Indonesia.
1.       Perlawanan Rakyat Indonesiaa
a.       Sultan Hasanudin
Sultan Hasanudin naik tahta sebagai raja Gowa ke-16 menggantikan Sultan Muhammad Said. Meskipun sebenarnya bukan putra mahkota. Karena tidak mau tunduk terhadap pemerintah kolonialis Belanda yang berpusat di Batavia, Sultan Hasanudin berkali-kali mendapat serangan dari pasukan Belanda yaitu penyerangan yang pertama terjadi pada tahun1660, kedua terjadi tahun 1666, ketiga tahun 1667 dan keempat pada tahun1669. Perang yang dilakukan oleh Sultan Hasanudin bukan semata-mata untuk mempertahankan tanah air atau mengusir kaum imperialis, namun juga membantu rakyat di luar kerajaannya yang mengalami tindakan kejam yang dilakukan oleh Belanda. Dalam hal ini, pada bulan Maret 1645 Sultan Hasanudin mengirimkan armada yang kuat terdiri dari 100 perahu untuk membantu rakyat Maluku mengadakan perlawanan terhadap kekejaman Belanda yang dikenal dalam sejarah sebagai "Perang Hongi". Hongi adalah nama kapal cepat yang dipakai Belanda untuk menghanguskan cengkih di Maluku.
Dalam beberapa peperangan akhirnya Hasanudin terpaksa menerima kesepakatan yang disebut Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667. Isi perjanjian Bongaya antara lain:
·   Sultan hasanuddin harus memberikan kebebasan kepada VOC berdagang dikawasan Makassar dan Maluku
·   VOC memegang monopoly perdagangan di wilyah Indonesiaa bagian Timur denagn pusatnya Makassar
·   Sultan Hasanuddin harus mengakui bahwa Aru Palaka adalah Raja Bone
Dengan menerima perjanjian tersebut Sultan Hasanudin dapat mencegah banyaknya korban jatuh di pihak rakyat Maluku, apalagi ternyata pasukannya harus berhadapan dengan bangsa sendiri yaitu Tidore, Ternate, Buton dan Bone yang membantu Belanda. Sultan Hasanudin wafat pada tanggal 12 Juni 1670 dalam usia 39 tahun.
 b.      Pangeran Diponegoro Singa dari Jawa.
Perang Diponegoro, adalah perang besar yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di Jawa antara pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal De Kock melawan penduduk pribumi yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Dalam perang ini telah berjatuhan korban 200.000 jiwa rakyat Indonesiaa dan 8.000 di pihak Belanda. Pada pertengahan bulan Mei 1825, pemerintah Belanda yang awalnya memerintahkan pembangunan jalan dari Yogyakarta ke Magelang lewat Muntilan, mengubah rencananya dan membelokan jalan itu melewati Tegalrejo. Rupanya di salah satu sektor, Belanda tepat melintasi makam dari leluhur Pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat Pangeran Diponegoro tersinggung dan memutuskan untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Beliau kemudian memerintahkan bawahannya untuk mencabut patok-patok yang melewati makam tersebut. Belanda yang mempunyai alasan untuk menangkap Pangeran Diponegoro karena dinilai telah memberontak, pada 20 Juli 1825 mengepung kediaman beliau. Terdesak, Pangeran beserta keluarga dan pasukannya menyelamatkan diri menuju barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul. Setelah penyerangan itu, dimulailah sebuah perang besar yang akan berlangsung 5 tahun lamanya. Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu. Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

c.       Cut Nyak Dien dan teuku Umar dalam Perang Aceh.
Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan Belanda pada tahun 1871 membuka kesempatan kepada Belanda untuk mulai melakukan intervensi ke Kerajaan Aceh. Dimana traktat itu menyebutkan bahwa Belanda boleh berekspedisi di Sumatra oleh Inggris. Pada 26 Maret 1873, Belanda dipimpin Jenderal J. H. R. Kohler menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh dengan menurunkan 3,000 tentara untuk merebut Masjid Baiturrahman karena Kerajaan Aceh menolak dengan keras untuk mengakui kedaulatan Belanda. Pertempuran 14 April 1873 itu memaksa pasukan Aceh mengundurkan diri ke kawasan Masjid Raya sambil memberi perlawanan sehingga Mayor Jenderal Kohler sendiri tewas. Dengan demikian, Masjid Raya dapat direbut kembali oleh pasukan Aceh. Daerah-daerah di kawasan Aceh bangkit melakukan perlawanan.
Para pemimpin Aceh yang diperhitungkan Belanda adalah Cut Nya’Din, Teuku Umar, Tengku Cik Di Tiro, Habib Abdurrahman, dan Cut Mutia. Belanda cukup kwalahan melawan arus serangan para petinggi Aceh sehingga Belanda berpikir keras untuk menemukan siasat baru. Untuk itu, Belanda memerintahkan Dr. Snouck Hurgronje yang paham tentang agama Islam untuk mengadakan penelitian tentang kehidupan masyarakat Aceh. Dr. Snouck Hurgronje memberi saran dan masukan kepada pemerintah Hindia Belanda mengenai hasil penyelidikannya terhadap masyarakat Aceh yang ditulis dengan judul De Atjehers.
 Berdasarkan kesimpulan Dr. Snouck Hurgronje pemerintah Hindia Belanda memperoleh petunjuk bahwa untuk menaklukkan Aceh harus dengan siasat kekerasan karena para petinggi Aceh tidak akan menhentikan perang dan harus ditumpas habis. Pada tahun 1899, Belanda mengadakan serangan besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Pasukan Belanda membinasakan semua penduduk dan para pemimpinnya. Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh, Teuku Umar gugur. Jatuhnya Benteng Kuto Reh pada tahun 1904, memaksa Aceh harus menandatangani Plakat pendek atau Perjanjian Singkat (Korte Verklaring) yang menandakan Aceh menyerah. Meski demikian perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung sampai tahun 1912. Bahkan di beberapa daerah tertentu di Aceh masih muncul perlawanan sampai menjelang Perang Dunia II tahun 1939

d.      Perang Bali puputan Jagaraga.
Sebuah kapal Belanda kandas di daerah Prancak (daerah Jembara), yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng. Kerajaan-kerajaan di Bali termasuk Buleleng pada saat itu memberlakukan hak tawan karang yaitu hak yang dimiliki kerajaan dalam menyita kapal apapun yang berlabuh atau terdampar di daerah kekuasaan kerajaan itu. Pemerintah kolonial Belanda memprotes Raja Buleleng yang dianggap merampas kapal Belanda, namun tidak dihiraukan. Insiden inilah yang memicu pecahnya Perang Bali, atau dikenal juga dengan nama Perang Jagaraga.
 Belanda melakukan penyerangan terhadap Pulau Bali pada tahun 1846. Pasukan Belanda dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V. Michiels menetapkan sasaran utamanya adalah Kerajaan Buleleng. Patih I Gusti Ktut Jelantik beserta pasukan menghadapi serbuan Belanda dengan gigih. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Bali tidak dapat menghalau pasukan musuh. Akhirnya pasukan I Gusti Ktut Jelantik, raja Buleleng dan patihnya terdesak dan mengundurkan diri ke daerah Karangasem.
Setelah Buleleng dikuasai, Belanda kemudian berusaha menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Pulau Bali. Perlawanan sengit dari rakyat membuat pihak Belanda cukup kewalahan. Perang puputan pecah di mana-mana, seperti Perang Puputan Kusamba (1849), Perang Puputan Badung (1906), dan Perang Puputan Klungkung (1908). Perang puputan adalah sebutan bagi perang yang di lakukan masyarakat yang mengenakan baju putih bersenjatakan tombak dan alat tradisional.

                        2.       Peninggalan dan Peninggalan Kolonialisme di Indonesia
a.       Bidang Sosial.

Bangsa Eropa datang membawa perbedaan dalam strata penduduk. Golongan paling tinggi dan terhormat adalah kaum kolonial yang memiliki hak hampir segalanya dibidang pemerintahan, militer atau umum. Kedua adalah orang Indo (campuran Belanda dan kaum Pribumi) dan Timur Asing seperti bangsa China, India maupun Arab, mereka biasanya menguasai sektor perekonomian karena rata-rata pedagang dan pemilik tanah. Terakhir dan yang paling bawah sekaligus kaum tertindas adalah golongan Pribumi atau Bumi Putra yang berprofesi sebagai budak, buruh, kuli, dst. Dalam bidang kebebasan hidup kaum pribumi indo beragama Kristen memiliki hak lebih dari kaum awam biasa. Dari segi pendidikan Belanda membuat perbedaan jenis sekolah bagi kaum keturunan maupun kaum pribumi, dari segi ras, kebangsaan dan agama. Sejalan dengan waktu ternyata pendidikan mampu memperbaiki status sosial dengan banyaknya kaum pribumi yang bekerja di pemerintahan kolonial.

b.      Bidang Agama.
Di Eropa agama Kristen awal dikenal dengan Katholik namun sejak reformasi gereja di Eropa oleh Marthin Luther (1517) terbentuklah aliran baru yang disebut Protestan. Di Jerman Protestan disebut, sedangkan di Prancis disebut Calvinis karena Jean Calvin sebagai pelopornya. Banyak orang Protestan tidak mengakui Katholik sebagai lembaga agama yang resmi demikian juga dengan Paus sebagai pemimpinya. Awalnya Belanda menganut Katholik sejak terjadi reformasi Prancis, Belanda menganut aliran Protestan yang kemudian menyebarkan ajarannya ke daerah koloninya. Spanyol dan Portugis beraliran Katholik maka tidak heran daerah jajahannya seperti Maluku, Papua, NTT, dst beraliran Katholik sedangkan jajahan Inggris dan Belanda beraliran Protestan.

Pada abad ke-16 kegiatan misionaris sangat aktif menyampaikan kabar Injil ke seluruh penjuru dunia dengan menumpang kapal pedagang Portugis dan Spanyol. Fransiscus Xaverius (1506–1552) seorang misionaris bagi Maluku berkebangsaan Portugis singgah di Indonesia. Di kalangan pribumi ia dikenal kejujuran dan keikhlasannya membantu kesulitan rakyat terhadap penjajahan Portugis. Ia menyebarkan ajaran agama Katholik dengan berkeliling ke kampung-kampung. Kegiatan misionaris Portugis tersebut berlangsung di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Sangir, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa Timur.

VOC yang terbentuk tahun 1602 mendapat kekuasaan dan tanggung jawab memajukan agama Kristen Protestan dengan semboyan “siapa punya negara, dia punya agama”, kemudian VOC menyuruh penganut agama Katholik untuk masuk agama Protestan. VOC turut membiayai pendirian sekolah-sekolah, gereja,  membiayai upaya menerjemahkan injil ke dalam bahasa setempat, dan mengutus para misionaris ke pedalaman. Merekalah yang disebut kaum Zending. Kegiatan zending di Indonesiaa meliputi:

a.     Menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku, Sangir, Talaud, Timor, Tapanuli, dan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra.

b.      Mendirikan Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu perkumpulan pemberi kabar Injil Belanda yang berusaha menyebarkan agama Kristen Protestan, mendirikan wadah gereja bagi jemaat di Indonesiaa seperti Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan mendirikan sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada penyebaran agama Kristen Protestan.

Tidak seperti agama pendahulunya yang masuk ke Indonesia, Kristen agak sulit berkembang. Faktor-faktornya adalah:

a) Pada waktu itu agama Kristen dianggap identik dengan agama penjajah.
b) Pemerintah kolonial tidak menghargai prinsip persamaan derajat manusia.
c) Sebagian besar rakyat Indonesiaa telah menganut agama lain.

Oleh karena itulah upaya penyebaran dilakukan di daerah-daerah yang belum tersentuh agama lainnya. Juga dilakukan dengan mengadakan tindakan-tindakan kemanusiaan seperti mendirikan rumah sakit dan sekolah. Akhirnya berkat kerja keras kaum misionaris dan zending, agama Kristen dapat berkembang di Indonesiaa sampai sekarang.